Selasa, 30 November 2010

Kasih

Kasih adalah suatu rasa yang dimiliki seseorang sebagai suatu sarana untuk menunjukkan perasaan memberi dan menjaga seseorang tanpa pamrih. Perasaan yang ditunjukkan dari lubuk hati terdalam tanpa memandang siapapun yang bisa memberikan rasa kedamaian serta keindahan bagi setiap orang yang merasakan kasih sejati yang tulus dan kasih yang sempurna. Sebuah rasa tanpa paksaan dan bujukan yang timbul dari rasa kemanusiaan.
Kasih itu cinta tanpa batas. Kasih itu lemah lembut. Kasih itu untuk siapa saja. Kasih tidak ada batasan. Kasih dalam artian “cinta” atau “sayang” dapat diartikan sebagai sebuah perasaan yang bersandar pada perasaan menyukai pada semua hal yang selanjutnya akan menjadi perasaan sayang yang disebabkan oleh perubahan berfikir yang berdasar pada pola tingkah laku objek. Keberlanjutan dari semua itu adalah cinta ketika tidak ada kontradiktif dalam penilaian kita sebelumnya terhadap objek yang kita inginkan.
Contohnya saja kasih seorang ibu kepada anaknya. Kasih yang diberikan tanpa paksaan dan tulus dari dalam hati yang diberikan tanpa batas.
Makna kasih adalah hati, yang tidak dapat dilihat oleh mata, dan tak dapat dirasa oleh lidah. Tidak berhitung untung memberi, tidak meminta untuk rasa. Kasih menerima dan memberi apa yang ada. Kasih itu murah hatu serta mengampuni dan memaafkan. Kasih adalah cinta sejati karena ia sabar dan tidak cemburu.
Sebuah perkataan yang dilakukan dengan perbuatan adalah kasih. Karena kasih tak hanya terucap, tapi dapat dirasakan dengan perbuatan.


http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080406060625AAopEki

Minggu, 28 November 2010

Perubahan Kebudayaan dari Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa yang Akan Datang

Perubahan kebudayaan bisa terjadi karena lingkungan, komposisi penduduk, teknologi, penemuan baru, inovasi, serta perkembangan zaman. Perkembangan zaman memperlihatkan perbedaan yang sangat kontras antara kebudayaan di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Kebudayaan di masa lalu adalah kebudayaan yang masih bersifat primitif. Di masa lalu, tradisi sangat di pegang teguh oleh masyarakat Indonesia. Contohnya dari cara mereka berpakaian, melaksakan upacara adat dan keagamaan. Di masa lalu yang besekolah dan berhak menerima pendidikan adalah kaum lelaki dan para bangsawan serta keturunannya. Masyarakat di masa lalu juga kurang terbuka dengan hal-hal baru, mereka sulit untuk menerima perubahan, mereka tetap mempertahankan kebudayaan serta kebiasaan yang telah mendarah daging.
Sangat berbeda sekali dengan masyarakat masa kini, mereka sangat terbuka dengan hal-hal baru. Semakin majunya teknologi membuat masyarakat masa kini berpikiran lebih modern. Cara berpikir masyarakat masa kini lebih bebas dan melakukan sesuatu sesuai keinginan mereka sehingga terkadang melanggar norma-norma serta aturan yang berlaku. Masa kini juga adalah zamannya emansipasi wanita. Bila dahulu wanita tidak bersekolah dan hanya menjadi ibu rumah tangga, di masa kini para wanita bersekolah dan kebanyakan dari mereka adalah wanita karir dan pekerja. Pendidikan, pekerjaan semua terbuka untuk semua orang yang menginginkannya.
Semakin berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu memungkinkan di masa yang akan datang manusia akan menjadi manusia yang lebih modern dan banyak menemukan hal-hal baru yang akan sangat berguna untuk kehidupan manusia di masa yang akan datang. Dan juga kualitas sumber daya manusia akan menjadi lebih baik lagi untuk kepentingan kehidupan serta kualitas kehidupan yang lebih baik lagi dibandingkan dengan masa lalu.
Jadi, perubahan kebudayaan terjadi karena faktor internal dan eksternal dari manusia dan lingkungannya serta perkembangan zaman yang akan menentukan kehidupan manusia di masa yang akan datang.



Sabtu, 06 November 2010

Kepribadian Bangsa Timur

               Bangsa timur adalah bangsa yang di dominasi oleh orang Asia. Bangsa timur adalah bangsa yang menjunjung tinggi kesopanan. Hal tersebut bisa dilihat dari cara mereka berpakaian, tutr bahasa dan cara mereka berbicara kepada orang lain, serta cara mereka bersikap dan berperilaku. Bila mereka berbicara terhadap orang yang lebih tua atau yang belum teralalu dikenal. Mereka akan menggunakan tutur bahasa yang sopan.
                Masyarakat bangsa timur juga terkenal sebagai bangsa yang ramah tamah serta suka tersenyum. Mereka akan dengan senang menyambut tamu yang datang dengan senyuman dan keramah tamahan mereka.
                Mereka juga terkenal sebagai bangsa yang lebih agamis. Dikarenakan mereka mempunyai bermacam-macam agama dan kebanyakan dari mereka masih mempercayai hal-hal yang mistis. Bagi mereka hal-hal yang mistis adalah suatu hal yang tabu, tapi kebanyakan dari mereka masi percaya akan hal-hal mistik yang diapresiasikan dengan ritual-ritual, sesajen, dan sebagainya.
                Bangsa timur dikenal sebagai bangsa yang suka saling tolong menolong dan gotong royong. Contohnya saja saat terjadi bencana, mereka akan saling tolong menolong sebagai relawan untuk menyelamatkan korban bencana. Selain relawan, mereka juga aktif meminta sumbangan atau menggelar acara amal untuk korban-korban bencana. Dalam hal gotong royong mereka selalu bergotong royong dalam membersihkan lingkungan mereka dan hal sejenisnya.
                Masyarakat bangsa timur sangat menghargai orang lain. Mereka tidak segan untuk mengucapkan terima kasih atas apa yang orang lain lakukan untuk mereka. Mereka juga tidak berani berkata kasar kepada orang lain karena itu akan menyakiti hati orang tersebut.
                Walaupun di era globasasi seperti ini, dengan bercampurnya modernisasi dalam bangsa tmur, bangsa timur tetap menjaga keaslian dan keutuhan budaya mereka. Mereka tetap menjaga apa yang telah di wariskan oleh para leluhur mereka. Dengan beragamnya kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa timur, hal tersebut merupakan suatu kebanggaan dan ciri khas bangsa timur.

Minggu, 31 Oktober 2010

fitur-fitur yang ada di studentsite

studentsite

fitur-fitur layanan:

1 .Home: menampilkan kalender akademik dan BAAK News
2. BAAK News: menampilkan berita-berita terbaru dari BAAK tanpa harus mengakses situs baak

3. Lecture Messages: menampilkan tugas atau pesan dari dosen

4. Rangkuman Nilai: menampilkan rangkuman nilai, workshop atau kursus yang kita ikuti serta info UM, dll

5. Jadwal Kuliah: menampilkan jadwal kuliah tanpa harus membuka jadwal di situs baak online

6. Jadwal Ujian: untuk melihat jadwal ujian uts maupun uas

7. Infor Absensi: menampilkan absensi kit selama kuliah

8. Pendaftaran Lomba Blog: untuk mendaftar lomba blog mingguan

9. Info Seminar: dapat melihat jadwal seminar dan mendaftar untuk mengikuti seminar

10. Tulisan: memasukkan tulisan yang berupa cerpen, puisi, dll untuk di masukkan ke dalam warta warga

11. Tugas: memasukkan url blog untuk menyerahkan tugas yang telah di tulis di blog

12. Warta Warga: dapat melihat tulisan-tulisan atau artikel dari mahasiswa gunadarma

13. Blog Komunitas: berbagai macam blog komunitas yang kita bisa bergabung di dalamnya



kelebihan student site: mudah di akses dan bisa mengetahui info-info dari gunadarma serta info tentang absen, seminar, dll


kekurangan student site: karena banyak yang mengakses student site. terkadang mengalami sulit log in dan error serta masih banyak yang belum mengetahui fungsi dari fitur-fitur yang ada di student site


http://studentsite.gunadarma.ac.id/

Sabtu, 16 Oktober 2010

Teori Perkembangan Manusia

Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:


1.Teori Nativisme

Pelopor teori ini adalah Athur Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.

Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.

2.Teori empirisme

Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.

3.Teori Konvergensi

Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.

Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.

Untuk faktor lingkungan yang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.



source: http://nadhirin.blogspot.com/2010/02/teori-perkembangan-manusia.html

PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

STRUKTUR, DASAR, DAN PERKEMBANGAN EKSISTENSI

oleh: Cholil Eren Masyah

PENDAHULUAN

Berdasarkan kamus psikologi Chaplin, Psikologi eksistensial adalah aliran psikologi dimana pokok persoalan psikologi adalah isi-isi kesadaran, yang harus diselidiki lewat metode introspeksi(mawas diri). Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia sebgaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia (individu) tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality), karena musia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia. (Zainal A., 2002)

B I O G R A F I

Ludwig Binswager lahir pada tanggal 13 april 1881, di Kreuzlingen, Swiss di tengah keluarga yang memiliki tradisi kedokteran dan psikiatrik kuat. Kakeknya, yang namanya kecilnya juga Ludwig adalah pendiri Belleuve Sanatorium di Kruezlingen pada tahun 1857. ayahnya Robert adalah direktur Sanatorium tersebut. Pada tahun 1911, Binswanger diangkat menjadi direktur medis Belleuve sanatorium.

Ludwig meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich tahun1907. Dia belajar dibawah bimbingan Carl Jung dan menjadi asistennya dalam Freudian society. Seperti halnya Jung, dia juga lebih terpengaruh Eugen Bleuleur, seorang psikiatri Swiss terkemuka. Dia adalah salah seorang pengikut pertama Freud di Swiss. Pada awal 1920-an, Binswanger menjadi salah pelopor pertama dalam menerapkan fenomenologi dalam psikiatri. Sepuluh tahun kemudian dia menjadi seorang analisis eksistensial. Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang actual. Tujuannya adalah rekonstruksi dunia pengalaman batin.

Binswanger adalah terapis pertama yang menekankan sifat dasar eksistensial dari tipe krisis yang dialami pasien dalam pengalaman terapi. Binswanger pada dasarnya berjuang untuk menemukan arti dalam penyakit gila dengan mnerjemahkan pengalaman para pasien kedalam teori psikoanalisis. Setelah membaca pendekatan filsafat Heidegger “Being in time” (1962), Binswanger menjadi lebih eksistensial dan fenomenologis dalam pendekatannya kepada para pasien. Pada tahun 1956, Binswanger berhenti menjadi direktur Sanatorium setelah menduduki posisi tersebut selama 45 tahun. Dia terus melakukan studi dan menulis sampai meninggal pada tahun 1966.

Medard Boss lahir di St. Gallen, Swiss pada tanggal 4 oktober 1903. kemudian menghabiskan masa mudanya di Zurich pusat aktivitas psikologi saat itu. Dia menerima gelar kedokteran university of Zurich pada tahun 1928. kemudian melanjutkan studi ke Paris dan Wina serta membiarkan dirinya dianalisis oleh S.Freud. Mulai tahun 1928, dia bergabung dengan Carl Jung yang menunjukkan pada Boss kemungkinan lepasnya psikoloanalisis dari interpretasi Freudian.

Dalam masa-masa itu, Boss membaca karya-karya Ludwig Binswanger dan Martin Heidegger. Pertemuannya dengan Heidegger pada tahun 1964 yang kemudian berlanjut dengan persahabatannyalah yang membawanya kepada psikologi eksistensial. Pengaruh dalam eksistensial sangat besar sehingga sering disejajarkan dengan Binswanger.

Teori Eksistensial

Sebagaimana tercermin dalam tulisan Binswanger dan Boss, psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Tidak ada hubungan sebab akibat dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian urutan tingkah laku tetapi tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut. Sesuatu yang terjadi pada seorang anak-anak bukan penyebab dari tingkah lakunya kemudian sebagai seorang dewasa. Peristiwa yang terjadi mungkin memiliki makna eksistensi yang sama akan tetapi tidak berarti peristiwa A menyebabkan peristiwa B. Psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi.

Untuk menjelaskan perbedaan antara sebab dan motif, Boss mencontohkan dengan jendela yang tertutup oleh angin dan manusia. Angin menyebabkan jendela tertutup, tetapi manusia termotif untuk menutup jendela karena ia tahu bahwa jika jendela terbuka maka air hujan akan masuk. Karena prinsip kausalitas kurang relevan dengan tingkah laku manusia dan sebaliknya motivasi dan pemahaman merupakan prinsip-prinsip operatif dalam analisis eksistensial tingkah laku. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993)

Struktur Eksistensi

1. Ada-di-Dunia (Dasein)

Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia (Dasein) adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau sifat seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi meliputi 3 wilayah, yaitu:

1.
1. Umweit (dunia biologis, “lingkungan”)

Dunia objek disekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan, naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran-diri manusia.

1.
1. Mitweit (“dunia bersama”)

Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain. Didalamnya terdapat perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang mengandung makna. Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat biologis semata.

1.
1. Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)

Adalah kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir dalam diri manusia.

2. Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)

Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, ingin melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan ada-melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Istilah melampaui/mengatasi dunianya dikenal juga dengan transendensi yang merupakan karakteristik khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi kebebasan manusia.

Karena hanya dengan mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan tersebut ia dapat menjalani kehidupan yang otentik, apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari eksistensinya atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang lain atau oleh lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.

3. Dasar Eksistensi

Manusia dapat hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti tanpa adanya batas-batas. Salah satu batas adalah dasar eksistensi kemana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang otentik. Keterlemparan juga diartikan sebagai keadaan diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang menjadi terasing dari dirinya sendiri.

4. Rancangan Dunia

Rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simpton macam mana yang akan dikembangkannya.batas-batas dari rancangan tersebut mungkin sempit, dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.

Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia dikuasai oleh sejumlah kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori. Pada umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.

5. Cara-cara Ada Dunia

Ada banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia, setiap cara merupakan Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap dirinya. Diantaranya, cara jamak (dengan menjalin hubungan-hubungan formal, kompetisi, dan perjuangan), cara tunggal (untuk dirinya sendiri), dan cara anonimitas (tenggelam di tengah orang banyak). Biasanya orang tidak hanya memiliki satu cara eksistensi, tetapi banyak.

6. Eksistensial

Boss tidak berbicara tentang cara-cara ada di dunia dengan arti sama seperti yang dikemukakan oleh Binswanger. Boss lebih membicarakan mengenai sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia, selain itu hal lain yang dibicarakan oleh Boss adalah spasialitas eksistensi (keterbukaan dan kejelasan merupakan spasialitas (tdk diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia), temporalitas eksistensi (waktu (bkn jam) yang digunakan/dihabiskan manusia untuk….), badan (ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia), eksistensi dalam manusia milik bersama (manusia selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama), dan suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati saat itu).

Dinamika Eksistensi

Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan.

Akan tetapi ia memiliki kebebasan untuk memilih dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri, orang sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya.

Perkembangan Eksistensi

Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein.

Menjadi orang dan menjadi dunia selalu berhubungan, keduanya merupakan mitra menjadi (co-becoming, Strauss). Orang menyingkap kemungkinan-kemungkinan dari eksistensinya melalui dunia, dan sebaliknya dunia tersingkap oleh orang yang ada di dalamnya. Manakala bila yang satu tumbuh dan berkembang maka yang juga harus tumbuh dan berkembang begitu pula sebaliknya apabila yang satu terhambat maka yang juga terhambat. Bahwa kehidupan berakhir dengan kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap orang.

Terapi

Inti terapi eksistensial adalah hubungan antara terapi dengan kliennya. Hubungan ini disebut pertemuan. Pertemuan adalah kehadiran asal satu Dasein kehadapan Dasein yang lain, yakni sebuah “ketersingkapan” satu Dasein terhadap yang lainnya. Berbeda dengan terapi-terapi formal, seperti terapi gaya Freud, atau terapi-terapi yang “teknis”, seperti terapi gaya behavioris, para terapis eksistensial sepertinya ingin terlibat intim dengan Anda. Saling beri dan saling terima adalah bagian paling alami dari pertemuan, bukan untuk saling menghakimi dan memojokkan. (Boeree, C.George, 2004)

Para analasis eksistensial menyadari kompleksitas manusia yang mereka hadapi di ruang-ruang praktek mereka. Mereka menyadari bahwa manusia bukan hanya merupakan makhluk biologis atau fisik, melainkan juga sebagai makhluk yang unik dan mempunyai kesadaran. Dengan perkataan lain, manusia tidak lain adalah tubuh (organisme) yang berkesadaran. Oleh sebab itu, mereka beranggapan bahwa pendekatan analisis eksistensial tentunya diperlukan, karena menwarkan kejernihan analisis atas pasien-pasien mereka. Gejala manusia dan pengalaman-pengalamannya tentu saja tidak bisa dikuantitafikasikan dan digeneralisasi begitu saja. Perlu pengungkapan yang lebih spesifik. Analisis eksistensial dianggap mampu melakukan tugas itu.

Dalam analisis eksistensial yang dilakukan Binswanger sebagai metode baru yang berbeda dari metode-metode yang ada sebelumnya, terlihat dalam kasus yang ditanganinya yaitu kasus “Ellen West” yang merupakan salah seorang pasiennnya. Binswanger mengadakan analisis fenomenologis mengenai tingkah lakunya dan menggunakan penemuan-penemuan tersebut untuk merumuskan eksistensi atau cara-cara ada-di-dunia pasien tersebut. Ia menyelidiki arsip-arsip di Sanotarium dan memilih kasus seorang gadis muda, yang pernah berusaha untuk melakukan bunuh diri. Kasus ini menarik karena selain buku harian, catatan-catatan pribadi dan puisi-puisinya yang penuh pesona, juga karena sebelum dirawat di sanotarium, ia telah dirawat lebih dari dua periode oleh para psikoanalis dan selama di sanitarium ia telah menerima perawatan dari Bleuler dan Kraepelin. Dalam analisis eksistensial (yang tekanannya lebih pada terapi), Binswanger pertama-tama menganalisis asumsi-asumsi yang mendasari hakekat manusia kemudian ia berhasil sampai pada pemahaman mengenai struktur tempat diletakkannya segenap system terapeutik. (Zainal A., 2002)

Medard Boss menggunakan analisis mimpi dalam terapinya terhadap seorang pasien yang menderita obsesional-complusive. Pasien ini menderita kompulsi-kompulsi untuk mencuci tangan dan membersihkan, ia sering bermimpi tentang menara-menara gereja. Pasien ini sebelumnya telah menjalani analisa Freudian dan menginterpretasikan isi mimpi tersebut sebagai simbol-simbol phalik serta menjalani analisa Jungian yang menghubungkannya dengan simbol-simbol arketif[1] religius. Dalam dengan Boss sang pasien menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang datang berulang-ulang seperti ia mendekati sebuah pintu kamar mandi yang selalu terkunci. Boss menunjukkan dalam pembahasannya tenang kasus itu bahwa pasien merasa bersalah, karena telah mengunci beberapa potensi yang sangat penting dalam dirinya. Ia mengunci baik kemungkinan-kemungkinan pengalaman badaniahnya maupun spiritualnya atau aspek “dorongannya” dan aspek “tuhannya”, semua itu dilakukannya untk melarikan diri dari semua masalah yang dihadapinya. Menurutnya pasien merasa bersalah bukan semata-mata bahwa ia mempunyai rasa bersalah. Pasien tidak menerima dan tidak memasukkan kedua aspek tersebut ke dalam eksistesinya, maka ia merasa bersalah dan berhutang pada dirinya. Pemahaman mengenai rasa bersalah tidak ada hubungannya dengan sikap menilai (“judgmental attitude”), yang perlu dilakukan hanyalah memperhatikan kehidupan dan pengalaman pasien secara sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat. (Zainal A., 2002)

Catatan kritik

Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.

Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa ynag diinginkannya. Jika benar, maka konsep in sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tengtang tingkah laku yang sangat deterministic. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993)

Banyak psikolog dan sarjana psikologi baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka pertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisis eksistensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme). Atas dasar itu, banyak sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis eksistensial relevan dengan perkembangan ilmu psikologi modern?

Jawaban atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah atau apakah manusia itu? Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan)? Jika kita memahami manusia sebgaimana para behavioris atau psikoanalis memahaminya, yakni bahwa manusia pada dasarnya merupakan bagian dari organisme atau materi, maka analisis eksistensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan kuantitatif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak musia, maka kita sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah (patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal A., 2002)

Pandangan Islam

“Sungguh kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sungguh kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” (Q.S. Al-Insan : 2-3)

* Berbicara mengenai eksistensi manusia yang dalam hal ini psikologi eksistensial terdapat beberapa hal yang memiliki kesamaan dengan yang diajarkan dalam Islam. Seperti yang terdapat pada ayat diatas, dapat kita ambil makna bahwa sesungguhnya manusia diberikan kebebasan untuk memilih kebaikan ataupun keburukkan untuk hidup yang jelas Allah SWT telah memberikan petunjuk yang benar dan lurus, apabila kemudian mereka (manusia) mau bersyukur ataupun kufur tergantung kepada manusia itu sendiri. Karena Allah SWT telah memberikan potensi-potensi kepada manusia untuk dikembangkan dan digunakan sebaik-baiknya. Dalam memandang kebebasan menusia untuk berbuat sesuatu untuk hidupnya psikologi eksistensi juga mengungkapkan hal tersebut, manusia akan hidup dalam eksistensinya walaupun dengan pilihan hidup yang otentik dan tidak otentik manusia itu sendiri juga yang memilihnya. Namun ada hal yang tidak dapat ditemukan oleh pemakalah dalam eksistensi manusia itu sendiri. Yaitu dari mana manusia itu berasal sehingga bisa menjadi ada-di-dunia atau disebut Dasein. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Tidak ada penjelasan bagaimana manusia dan dunia bisa ada. Kami memang menemukan aspek “tuhan” serta ‘spiritual’ pada analisa mimpi yang dilakukan oleh Boss akan tetapi penjelasan aspek tersebut tidak ditemukan. Seolah-olah manusia dan dunia muncul dengan begitu saja kemudian manusia itu menyadari keberadaannya maka dia ‘ada’. Sedangkan dalam ayat diatas jelas manusia diciptakan dari setetes mani yang bercampur oleh Allah SWT. Begitu pula dalam surat Ar-Rahman ayat 4, “ Dia menciptakan manusia” serta pada ayat 7&10, “Dan langit telah ditingggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan.(7) Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk-Nya.(10)”. Bahwa manusia dan dunia adalah hasil ciptaan Allah SWT. dan tidak begitu saja ada. Memang dalam teori in terdapat konsep transendensi, akan tetapi pengertian transendensi disini menekankan pada cara manusia untuk melampaui/mengatasi permasalahan dunianya.

PENUTUP





Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi.





Struktur Eksistensi



* Ada-di-Dunia (Dasein)
* Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)
* Dasar Eksistensi
* Rancangan Dunia
* Cara-cara Ada Dunia
* Eksistensial (Boss)



Psikologi eksistensi tidak mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein.














DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zanial, 2002. Analisis Eksistensial untuk psikologi dan psikiatri, Bandung: PT Refika Aditama.

Al-Qur’an dan terjemah, 2006. Bandung: Diponegoro

Chaplin, J.P., 1999. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993. Teori-teori Holistik (Organismik-Fenomenologis), Yogyakarta : Kanisius.

Boeree, C.George, 2004. Personality Theories, Yogyakarta : PRISMASHOPIE.

[1] Isi kejiwaan sejak jaman purba dari ketidaksadaran rasial, terdiri atas ide-ide dan predisposisi (kecenderungan) yang diwarisi. Kamus lengkap psikologi, Chaplin



source: http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/15/psikologi-eksistensial/

Kamis, 14 Oktober 2010

PITY THE PROCRASTINATOR

Do you put off until tomorrow what you can do today? If so, you are a procrastinator and, according to psychologists who talked with the New York Times, you should change your ways immediately. Not tomorrow. Today.
A little procrastinator is perfectly normal. The psychologists concede as much, but in too many cases, it becomes a dangerously neurotic activity that can lead to grave results.
Suppose you are still putting off the chore of filing your income tax return. You are courting catastrophe. Believe it or not, a great number of people never get around to filing their tax returns on time, and not because they dread parting with their money, but because they keep putting it off.
As for me, I have never procrastinated and never shall. This is not a boastful claim of personal virtue. The truth is, I never have time to put things off. What puzzles me about reports that the country is rife with procrastinator is how so many people can find time to do this.
Let me cite my own case. Today I was supposed to telephone to man whom I owe a small sum of money and ask if he can wait for the payment until next month. The reason I haven’t is that I have misplaced my cordless telephone.
If finding a cordless telephone as difficult as finding eyeglasses, it will take me at least an hour, and there isn’t an hour available today to look for the lost phones. Even if there was, I wouldn’t be able to phone my creditor because his number, which is unlisted, is in my address book, which I misplaced last week.
Yesterday, I scheduled three hours to search for the lost address book, but had to cancel the search because of a letter from a friend who said he was coming by to listen to me praise his poems, which I recalled last seeing in a still-sealed envelope on which I was computing my tax bill.
Here was a sobering memory. I could’t remember whether, after computing the tax and filling out the return, I’d put it in the mail or misplaced it. In the latter event, I would need to retair a lawyer to bail me out as soon as the police pounce. Naturally, I decide to phone a lawyer immediately.
That’s when I discovered that my cordless telephone was lost. The four hours, I’d planned to spend that evening writing thank-you notes for the last Christmas’s presents, had to be scrubbed because my friend of the lost poems had said he was coming by for praise that night, and I had to spend it sitting in the dark, so he would think I had left the country.
As this illustrates, my day is so fully occupied that there is never a minute left over to put things off. The next item on my schedule, for instance, involves research into the habit of rats. For years, I have been persuaded that reats steal things and hide them in nests. This theory stem from an occasion ten years ago, when I misplaced a pair of glasses and never saw them again.
We had a rat in the house at that time. I believed that rat took those eyeglasses. Everyone laugh at this. I resolved to go to the library and read about rats in the hope of having the last laugh.
Unfortunately, for the past ten years, something more urgent has always come up. But now that my cordless telephone, my address book and a sealed envelope full of poems have also disappeared, I intend to move with dispatch. We could very well have a rat in this house running up the phone bill. I shall set out for the library tomorrow.



Condensed from the New York Times
Russell Baker: Author of Growing Up